JAKARTA, HALUAN DEMOKRASI — Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kejaksaan Agung mempertegas komitmennya dalam memberantas narkoba di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan melalui pertemuan yang dilakukan Kepala BNN RI Marthinus Hukom dan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum), Asep Nana Mulyana, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada Rabu (20/02). Keduanya membahas strategi perang melawan narkoba yang semakin intensif, dengan fokus utama pada tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan aset kripto.
Kepala BNN RI menyampaikan paparan mengenai jaringan narkoba yang beroperasi di wilayah perbatasan pulau, dengan kendali operasi dari Malaysia. Jaringan ini menggunakan sel-sel terputus untuk menghindari deteksi, sehingga memerlukan strategi khusus dalam penyelidikannya.
“Kita hitung uang yang beredar Rp 500 T, artinya kekuatan finansial mereka kuat,” ujar Kepala BNN RI menyoroti betapa besar kekuatan finansial yang dimiliki oleh jaringan narkoba.
Jaringan yang ditangkap baru-baru ini bahkan terindikasi bersentuhan dengan kelompok bersenjata dan mantan narapidana kasus pidana yang terkait dengan pemindahan tempat sidang. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan narkoba semakin merambah ke berbagai aspek kejahatan.
Jampidum mengapresiasi kegiatan yang telah dilakukan selama ini dan menekankan pentingnya sinergitas antar lembaga dalam memberantas narkoba. Ia juga mendorong agar penanganan kasus narkoba dilakukan secara terpadu, seperti halnya penanganan tindak pidana pemilu (Gakkumdu).
“Setiap ada SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) langsung dikeluarkan P16,” tegas Jampidum, menunjukkan komitmennya untuk mempercepat proses penanganan perkara.
Audiensi ini juga menyoroti pentingnya penanganan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus narkoba. Perma Nomor 13 tentang Perampasan Aset diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat bagi penyidik untuk melaksanakan perampasan aset hasil kejahatan narkoba.
“TPU narkotika bisa langsung sita tanpa membuktikan TPPU-nya,” jelas perwakilan dari Kejaksaan Agung, mengenai kemudahan penyitaan aset dalam kasus narkoba.
Tak hanya itu, aset kripto juga menjadi fokus perhatian dalam pertemuan ini. Mengingat semakin maraknya penggunaan aset kripto dalam transaksi ilegal, termasuk narkoba, Kejaksaan Agung berencana membentuk satgas khusus untuk menangani kasus terkait aset kripto tersebut.
“Khusus kripto sudah ada penambahan berupa UCID (Unique Customer ID) yang diakui secara internasional,” ungkap Jampidum, mengenai perkembangan terbaru dalam penanganan aset kripto.
Dalam audiensi ini juga dibahas berbagai kendala dan tantangan yang dihadapi dalam penegakan hukum kasus narkoba. Salah satunya adalah masalah ketidakhadiran jaksa pada saat pelaksanaan Tim Asesmen Terpadu (TAT) di daerah.
Selain itu, perbedaan antara nilai aset yang disita dengan taksiran harga juga menjadi perhatian. Hal ini seringkali menjadi masalah dalam proses hukum.
Melalui pertemuan ini dan rencana sinergi yang disepakati antara keduanya, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas upaya pemberantasan narkoba di Indonesia.
(Indah Ps)