
Id Perfectum Est Quad Ex Omnibus Sius Partibus Constant : Sesuatu Dinyatakan Sempurna Apabila Setiap Bagiannya Lengkap
Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024 menjadi perbincangan karena tidak ada anggota yang mengenakan jilbab atau hijab. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ternyata telah mengeluarkan aturan terkait seragam Paskibraka melalui surat keputusan (SK) dan surat edaran (SE). Dalam SE Nomor 128/PE.00.04/01/2024/Wk,BPIP diatur mengenai Pembentukan Paskibraka Tahun 2024. Edaran tersebut ditujukan kepada seluruh Gubernur,Walikota dan Bupati di seluruh Indonesia.
Isu dugaan larangan hijab pada anggota Paskibraka ini juga mendapat perhatian dari PP Muhammadiyah. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menyayangkan adanya dugaan pelarangan jilbab bagi anggota Paskibraka muslimah. Jika benar terjadi, Muhammadiyah meminta agar aturan tersebut segera dihapus. Menurut Mu’ti, dugaan pelarangan jilbab ini merupakan tindakan diskriminatif dan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Polemik mengenai larangan pemakaian jilbab bagi anggota Paskibraka telah memicu perdebatan karena melibatkan dua aspek penting dalam masyarakat, yakni kebebasan beragama dan kedisiplinan institusi. Kebijakan ini perlu ditinjau kembali karena berpotensi melanggar hak asasi manusia, khususnya terkait kebebasan menjalankan agama. Hal ini sama saja dengan tidak menghargai HAM dan merendahkan konstitusi. UUD 1945 sudah secara tegas menjamin hak setiap orang untuk menjalankan keyakinan agamanya tanpa adanya pembatasan. Dengan menerapkan larangan ini, Negara tidak hanya melanggar Hak Asasi Manusia, tetapi juga menciptakan suasana yang tidak insklusif dan diskriminatif terhadap perempuan Muslim yang memilih jilbab sebagai bentuk komitmen keagamaan mereka.
Bagi banyak perempuan Muslim, jilbab bukan hanya sekadar aksesori atau pilihan mode, melainkan merupakan bentuk ketaatan dan ekspresi spiritual yang mendalam. Keputusan untuk mengenakan jilbab adalah hal yang sangat pribadi, berkaitan erat dengan keyakinan dan identitas individu. Dengan melarang jilbab di Paskibraka, pesan yang disampaikan adalah bahwa mereka harus memilih antara memenuhi kewajiban agama mereka atau berpartisipasi dalam acara kenegaraan, padahal seharusnya acara tersebut mencerminkan semangat persatuan dan keberagaman.
Dalam konteks Paskibraka, salah satu alasan yang sering dikemukakan untuk mendukung larangan jilbab adalah kebutuhan akan keseragaman dan disiplin. Namun, keseragaman tidak selalu berarti bahwa semua anggota harus mengenakan seragam yang sama tanpa memperhitungkan keyakinan pribadi. Berbagai organisasi dan negara di seluruh dunia telah berhasil mengakomodasi atribut keagamaan seperti jilbab dalam seragam formal tanpa mengorbankan disiplin dan keseragaman. Sebagai contoh, militer dan kepolisian di beberapa negara, termasuk Indonesia, telah mulai mengizinkan penggunaan jilbab dalam seragam mereka.
Lebih lanjut, larangan jilbab untuk anggota Paskibraka dapat merusak semangat kebhinekaan yang merupakan salah satu pilar penting bagi Indonesia. Negara kita dibangun di atas prinsip keberagaman, mencakup aspek agama, budaya, etnis, dan bahasa. Melarang seseorang menjalankan keyakinan agamanya hanya karena peraturan seragam yang ketat tidak mencerminkan nilai-nilai pluralisme yang dipegang Indonesia. Sebaliknya, kebijakan tersebut menunjukkan ketidakmampuan untuk menghargai perbedaan dan keberagaman yang ada di masyarakat kita.
Selain itu, kebijakan semacam ini bisa memberikan dampak negatif bagi generasi muda, terutama perempuan Muslim yang ingin terlibat dalam kegiatan kenegaraan. Mereka mungkin merasa bahwa identitas dan keyakinan mereka tidak dihargai oleh negara, yang dapat menyebabkan perasaan keterasingan dan menurunkan semangat nasionalisme mereka.
Larangan jilbab dalam Paskibraka tidak hanya bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama dan kebhinekaan, tetapi juga menghambat inklusivitas dalam kegiatan kenegaraan. Negara seharusnya memberikan kesempatan bagi setiap individu untuk berpartisipasi tanpa harus mengorbankan identitas agama mereka. Paskibraka, yang merupakan simbol patriotisme dan kebhinekaan, harus mencerminkan semangat persatuan yang menghargai perbedaan, bukan membatasi ekspresi keagamaan.
Larangan penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka menimbulkan kontroversi karena bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama dan kebhinekaan yang diatur dalam konstitusi Indonesia. Jilbab bagi perempuan Muslim bukan hanya sekadar pilihan mode, tetapi merupakan bentuk ekspresi keagamaan yang mendalam. Kebijakan ini dapat melanggar hak asasi manusia dan menciptakan suasana diskriminatif terhadap perempuan Muslim. Selain itu, kebijakan tersebut dapat merusak semangat kebhinekaan dan inklusivitas, serta mengancam rasa kebangsaan dan partisipasi aktif generasi muda dalam kegiatan kenegaraan. Untuk itu, penting bagi negara untuk meninjau kembali kebijakan ini dan memastikan bahwa Paskibraka sebagai simbol patriotisme dan keberagaman mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan dan identitas keagamaan.
Mhd Yusuf (Ketua Umum Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Mu’adz Bin Jabal Cabang Bukittinggi)
1 thought on “Jilbab Dan Paskibraka : Antara Kebebasan Beragama dan Keseragaman Institusi”
Comments are closed.